
*Oleh : Thariq bin Abdil Aziz Attamimi*
Tersebutlah Muhannad, Seorang pemuda, Anak saudagar emas berlian yang kaya raya. Tentu ia punya teman yang banyak, dihormati dan dielu-elukan oleh mereka karena “perekat” yang kuat.
Hari-hari berlalu dgn cepatnya, Terjadilah perubahan drastis pada kehidupan Muhannad. Ayahnya meninggal hingga usaha berantakan dan keluarganya jatuh miskin.
Muhannad bukan anak orang kaya yang lemah, tak tinggal diam ia berusaha bangkit dari keterpurukan. Dibukanya lembaran masa lalu mencari teman-teman lama yang berhati nurani dan berbudi.
Ingatlah Muhannad akan Samir, teman masa kecil yang sangat dekat dengan dirinya. Samir kini seorang milyarder, pemilik berbagai asset perdagangan; tanah, bangunan, Villa, Supermarket, Dll.
Pergilah Muhannad menemui Samir, berharap mendapat pekerjaan atau solusi memperbaiki keadaan. Ketika tiba di depan istana Samir, Ia disambut pembantu & anak buahnya. Muhannad, memperkenalkan diri & memberitahu hubungannya dengan Samir.
Si ajudan segera menghadap sang majikan. Tapi sayang, Samir menghindar, enggan menemui dengan teman masa kecilnya dan hanya mengintip dari balik tirai gorden. Tampak olehnya Muhannad yang berbaju kumal, lusuh, jauh dari rapi apalagi modis.
“Katakan padanya tuan rumah sedang sibuk, tak bisa bertemu siapa pun hari ini”
Perintah Samir pada ajudan.
Akhirnya Muhannad keluar dari istana itu dengan hati remuk dan harapan yang pupus. Batinnya menjerit.
“Bagaimana mungkin hari-hari indah masa kecil, Menghilang tanpa bekas dari ingatan sahabat karibku ? Bahkan sekedar bertemu pun ia menghindar sedemikian rupa & tak sudi. Jauhnya dari kata “setia”
Batinnya meronta-ronta seolah berkata
ما أكثر الأصحاب حين تعدهم ولكنهم في النائبات قليل
Betapa banyak teman bila engkau menghitungnya.
Akan tetapi di saat terjepit alangkah sedikitnya.
Lunglai Muhannad memutar punggung, Sedang alam di sekitarnya seolah berputar-putar hendak membanting tubuhnya. Ia berjalan terus menusuri gang-gang sempit menuju rumah.
Begitu dekat dengan rumahnya, Ia melihat 3 lelaki yang kebingungan mencari sesuatu. Muhannad bertanya dan diberitahu mereka sedang mencari rumah si fulan yang ternyata ayahnya sendiri.
Muhannad memberitahu mereka bahwa itu ayahnya, dan beliau telah wafat beberapa waktu lalu.
Tampak penyesalan di wajah mereka ketika bercerita tentang kebaikan ALLAH Yarhamuhu. Lalu mereka kabarkan ada sisa barang dagangan yang merupakan amanah ayahnya di tangan mereka.
Alangkah tercengangnya Muhannad melihat sekotak penuh berisi emas, berlian, Intan & permata disodorkan padanya.
Saat dirinya hanya mengharap beberapa lembar uang saja, Yang datang malah segepok perhiasan.
Muhannad langsung tersungkur, sujud syukur kepada Illahi.
Sejurus kemudian ia tersadar. Hari paceklik begini siapa yang bakal jadi pembeli emas berlian segitu banyaknya ? Tempat tinggalnya pun di kota kecil, Mana ada orang kaya yang sanggup membelinya ?
Ia pun melangkah keluar rumah setengah hati. Tapi tiba-tiba di jalan ada wanita tua menyapanya dari dalam mobil mewah.
“Hai anak muda, Dimana tempat orang jual perhiasan ?”
Dengan semangat Muhannad menjawab
“Perhiasan apa ?”
Wanita itu menjawab
“Apa saja, Yang penting emas & batu mulia, Sedap dipandang lagi enak disandang ! Berapapun harganya akan ku beli !”
Tanpa banyak syarat ataupun komentar, Wanita itu memborong sekian model perhiasan yang ditawarkan & membayarnya cash. Bahkan ia berjanji akan membelinya lagi dari sang pemuda di lain waktu.
Tak disangka tak di duga, AlhamdulIllah Muhannad kemudian mampu melalui hari-hari sulitnya, perdagangannya pun bernafas lega alias lancar berputar cepat.
Di sela-sela kesibukannya itu ia teringat Samir, teman lamanya yang pura-pura lupa dengan masa kecil indah mereka dan tak menghiraukannya.
Muhannad lalu mengirim seorang pegawainya membawa sepucuk surat berisi dua bait syair
صحبت قوما لئاما لا وفاء لهم يدعون بين الورى بالمكر والحيل
Aku telah berteman dengan kaum yang menyebalkan tak kenal setia.
Mereka berkeliaran di tengah manusia dengan makar & tipudaya
كانوا يجلونني مذ كنت رب غنى وحين أفلست عدوني من الجهل
Dulu mereka menghormatiku kala aku kaya.
Namun saat aku terpuruk, mereka seolah tak mengenalku.
Begitu surat itu tiba di alamat, Samir langsung menuliskan jawaban diatas kertas yang sama, Pegawai Muhannad disuruh membawa balasan surat tersebut.
أما الثلاثة قد وافوك من قبلي ولم تكن سببا إلا من الحيل
Tidakkah datang padamu tiga pemuda utusanku ? Semua itu hanyalah skenario dariku.
أما من ابتاعت المرجان والدتي وأنت أنت أخي بل منتهى أملي
Adapun wanita tua yang membeli darimu itu ibuku.
Engkau adalah saudaraku bahkan harapan citaku.
وما طردناك من بخل ومن قلل لكن عليك خشينا وقفة الخجل !
Kami tak mengusirmu karena kikir ataupun papa.
Tetapi khawatir membuatmu malu dihadapanku.
# TAMAT #
Al-Wafa’ (setia) merupakan akhlak mulya. Al-Qur’an memerintahkan pada kita semua dalam banyak ayatnya. Nabi Muhammad Shalllahu ‘Alaihi wa Sallam terkenal dengan sifat ini dan beliau buktikan dalam berbagai momen.
1. Membantu kawan saat dibutuhkan.
2. Cara membantu yang tidak menjatuhkan apalagi menghina tetapi justru mendidik (ini lebih penting!).
3. Meski terkikis, Namun orang yang berkepribadian seperti Samir di akhir zaman ini akan tetap ada seizin Allah Ta’ala.